Selasa, 26 Januari 2016

Menanti Rumah Tangga Bahagia

Proses perkawinan antara lelaki dan perempuan sebagai jodohnya untuk berhubungan satu sama lain menjadi suami istri yang sah. Dengan landasan nikah itu lalu timbul hak-hak kewajiban antara keduanya, dalam rangka membentuk suatu rumah tangga yang sejahtera, bahagia, penuh ketenangan, dan kasih sayang.   Untuk menjaga keutuhan rumah tangga antara dua belah pihak, maka keduanya harus matang lahir dan batin. Disamping itu harus mengetahui tugas dan kewajiban masing-masing, saling pengertian, isi mengisi dan toleran. Sehingga tujuan perkawinan sebagaimana tersebut dalam firman Allah akan terwujud:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaa-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya ada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. 30 Ar-Ruum:21).
Untuk itu maka ada bebrapa tuntutan untuk menciptakan rumah tangga bahagia:
1.       Mempelajari ilmu agama
Faktor ajaran agama islam adalah unsur pokok yang paling penting dalam pembinaan rumah tangga yang bahagia, sebab ajaran islam memberikan petunjuk anatra yang baik dan buruk, menguntungkan dan merugikan, yang akhirnya memberikan semacam pegangan dalam hidup dan kehidupan, bagaimana sikap jiwa sewaktu mendapat nikmat dan musibah.
Banyak pemimpin rumah tangga khusunya di kota-kota besar yang mengutamakan ilmu dunia saja, sehingga anak-anak dan keluarganya mendapat pengajaran beserta pendidikan umum yang cukup tinggi sampai mendapat titel sarjana, megister, bahkan doktor, tetapi banyak yang mengabaikan pendidikan agama. Akibatnya anggota keluarganya sama sekali tidak mengenal huruf Al-Qur’an, apalagi pandai membacanya, bahkan tidak pernah ruku’ dan sujud kepada Allah yang memberinya ilmu dan harta keduniaan. Lain halnya bagi rumah tangga yang telah timbuh subur dan berakar kuat dengan ajaran-ajaran agama, mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah, memancar kebahagiaan dan kenikmatan hidup, memantul ketenangan dan kenikmatan rohaniah, walaupun dalam situasi kekurangan dan kesulitan.

2.       Akhlak dan kesopanan
Unsur kedua rumah tangga bahagia ialah terciptanya hubungan yang harmonis anatara sesama keluarga, suami-istri, anak-anak, anak dengan ibu bapaknya serta dengan tetangga dan masyarakat. Yang tua kasih sayang terhadap yang muda, dan sebaliknya. Sebagaimana pesan Rasulullah SAW. Dalam sebuah haditsnya:
 
“Tidak termasuk umat kami orang-orang yang tidak menghormati yang lebih tua, dan orang-orang yang tidak menyayangi anak-anak kecil dari kami.”

3.       Harmonis dalam pergaulan
Dalam rumah tangga bahagia, senantiasa tergalang pergaulan yang harmonis antara semua keluarga. Setiap anggota keluarga hidup rukun dan mesra, tidak saling curiga-mencurigai, tuduh-menuduh, salah-menyalahkan dan sebagainya. Jika terjadi kericuhan, maka segera diselesaikan dengan musyawarah secara kekeluargaan dengan menjauhkan akibatnya yang merupakan bom waktu yang dapat meledak sewaktu-waktu.

4.       Hemat dan hidup sederhana
Sebagaian besar kehancuran suatu rumah tangga karena keroyalan hidup dan pemborosan, tidak berhemat dan tidak memikirkan hari esok, tidak mengerti ada musim hujan dan musim panas. Hawa nafsu ingin hidup mewah tidak seimbang dengan sumber yang ada, sehingga timbullah suatu keadaan yang gawat di rumah tangga itu, besar pasak daripada tiang. Agama islam selalu memperingatkan agar manusia hidup qana’ah yang mencukupkan apa yang ada serta menyesuaikan dengan keadaan kita sendiri dan tidak perlu mencontoh orang lain yang lebih mewah kehidupannya.

5.       Menyadari cacat sendiri
      Banyak orang terlalu rajin melihat cacat orang lain, tetapi jarang sekali melihat cacatnya sendiri. Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya, apabila setiap pemimpin rumah tangga menyadari ini sepenuhnya, maka dapatlah dihindarkan perasaan benar sendiri. Itulah sebabnya ahli hikmat sering menasehatkan agar orang sering bercermin diri, agar dia tahu di mana kelebihan dan kekurangannya. Apabila orang itu sudah menyadari dirinya, maka dia akan mawas diri dan akhirnya berusaha memperbaikinya atau bertobat. Dengan demikian maka perkawinan tetap kekal selama-lamanya.

Tidak ada komentar: