Kamis, 21 Mei 2015

Perbandingan Metode Latihan Piramid Normal Dan Piramid Terbalik Terhadap Peningkatan Hipertrofi Otot

Oleh:
Arhesa, Sandra1 (arhesa.reza@gmail.com)


Abstract

In weight training there are several kinds of training methode to increase muscle hypertrophy. A better method used to increase muscle hypertrophy normal pyramid system and inverted pyramid. This study aims to determine the effect and effectiveness of the differences between normal pyramid and training methods inverted pyramid to increase muscle hypertrophy. Data were collected in july until the month of august 2012 at the Fitness Center Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang (FCBPBS). This research used experimental research with the member’s man FCBPBS populatiom numbering 50 people, 30 people were passive members and 20 active members. Samples taken an active member of 20 people, 10 people of normal pyramid training method and 10 using the inverted pyramid training method. The analysis of this study showed the effect of the increase in muscle hypertrophy training method normal pyramid and the pyramid upside down and there are significant differences between the methods of normal pyramid and inverted pyramid exercises to increase muscle hypertrophy especially the muscles in your arms and thigh muscles, with increased muscle hypertrophy more both normal pyramid training method. Expected future research to increase hypertrophy with normal pyramid training methods and the pyramid upside down against other types of muscle as well as the research of more than one month to sample more.
                       
Keywords: hypertrophy mucles, weight training, excercise method, normal pyramid system and inverted pyramid

Abstrak
Dalam latihan beban ada beberapa macam metode latihan untuk meningkatkan hipertrofi otot. Metode yang lebih baik untuk peningkatan hipertrofi otot digunakan Sistem Piramid Normal dan Piramid Terbalik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan perbedaan efektivitas antara metode latihan piramid normal dan piramid terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot. Pengambilan data dilakukan pada bulan juli sampai bulan agustus 2012 di Fitness Center Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang (FCBPBS). Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan populasi member putra FCBPBS berjumlah 50 orang, member pasif 30 orang dan member aktif 20 orang. Sampel yang diambil member aktif 20 orang, 10 orang menggunakan metode latihan piramid normal dan 10 orang menggunakan metode latihan piramid terbalik. Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terhadap peningkatan hipertrofi otot yang menggunakan metode latihan piramid normal dan pyramid terbalik serta terdapat perbedaan yang signifikan antara metode latihan piramid normal dan terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot terutama otot lengan dan otot paha, dengan peningkatan hipertrofi otot yang lebih baik menggunakan metode latihan piramid normal. Diharapkan kedepannya dilakukan penelitian untuk peningkatan hipertrofi dengan metode latihan piramid normal dan piramid terbalik terhadap jenis otot yang lain serta penelitiannya lebih dari satu bulan dengan sample yang lebih banyak.

Kata Kunci: Hipertrofi Otot, Latihan Beban, Metode Latihan, Sistem Piramid Normal dan Piramid Terbalik.


Pendahuluan

Binaraga adalah kegiatan pembentukan tubuh yang melibatkan hipertrofi  otot. Dengan melakukan latihan beban dan diet protein tinggi secara rutin, seseorang dapat meningkatkan massa otot. Seseorang yang menekuni aktivitas ini disebut binaragawan (pria) atau binaragawati (wanita). Selain menjadi gaya hidup untuk membentuk tubuh sekaligus menjaga kesehatan, binaraga juga dapat diperlombakan dalam berbagai kontes atau sebagai salah satu cabang olahraga yang kerap diperlombakan di pesta olahraga seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) atau Sea Games.
Dalam kejuaraan binaraga, para binaragawan memamerkan otot tubuh mereka di hadapan dewan juri yang menilai penampilan fisik mereka. Dewan juri ini akan memberikan nilai berdasarkan kriteria tertentu, seperti: massa otot, simetri tubuh, bagian otot, serta penampilan yang mencakup koreografi, musik, dan tema. Otot tubuh ditonjolkan melalui serangkaian proses yang disebut cutting phase, serangkaian kombinasi dari pengurangan kadar lemak tubuh, penggelapan warna kulit (dilakukan dengan berjemur di bawah sinar matahari), pembaluran minyak pada tubuh, ditambah efek penyinaran panggung yang akan membantu dewan juri untuk melihat bagian otot secara lebih jelas.
Federasi binaraga dunia adalah International Federation of Body Building & Fitness (IFBB), sedangkan Federasi binaraga nasional Indonesia adalah Persatuan Angkat Besi, Angkat Berat, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI). Binaragawan umumnya menempuh tiga strategi untuk memaksimalkan hypertrophy otot yaitu dengan latihan beban, nutrisi, dan istirahat yang cukup (http://www.flexonline.com/2009_mr_olympia_final_results/news/958).
Latihan beban merupakan salah satu macam latihan tahanan secara isotonis, yang paling sering digunakan dalam olahraga. Latihan beban adalah latihan-latihan yang sistematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai berbagai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki kondisi fisik sedangkan tujuan latihan tahanan secara umum menurut ACSM (The American College of Sport and Medicine) meliputi kekuatan otot, daya tahan otot, hypertrophy otot, dan power otot.
Latihan beban bertujuan membangun jaringan otot dengan memicu dua jenis hipertrofi; hipertrofi sarkoplasmik dan hipertrofi miofibrilar. Hipertrofi sarkoplasmik menciptakan otot yang lebih besar sehingga menjadi tujuan latihan binaraga daripada hipertrofi miofibrilar yang lebih bersifat kekuatan dan kelenturan. Sarkoplasmik dipicu dengan meningkatkan repetisi (pengulangan), sementara miofibrilar dipicu dengan mengangkat beban yang lebih berat. Keduanya secara bersama dapat meningkatkan ukuran dan kekuatan otot (dibandingkan dengan orang yang tidak latihan beban sama sekali), namun norma yang berbeda.
Banyak pelatih memilih untuk secara silih berganti menggunakan dua metode ini. Hal ini dimaksudkan agar tubuh beradaptasi (dengan mempertahankan beban lebih yang progresif), mungkin dengan menekankan metode sesuai kebutuhan mereka, misalnya seorang binaragawan yang terbiasa latihan dengan metode hipertrofi sarkoplasmik yaitu meningkatkan repetisi (pengulangan) dapat suatu waktu beralih ke hipertrofi miofibliar yaitu mengangkat beban yang lebih berat agar dapat melampaui batas plateau yakni suatu titik dimana latihannya sudah membentur batas.
Sebelum perang dunia II boleh dikatakan hampir semua pelatih olahraga menentang dimasukkannya latihan beban dalam program latihan atlet. Mereka beranggapan bahwa latihan beban membahayakan dan akan menyebabkan atlet menjadi apa yang disebut sebagai muscle bound, suatu kondisi dimana atlet akan menjadi kaku dan lamban. Otot yang berada dalam kondisi muscle bound adalah otot yang meskipun besar dan kuat, tetapi kaku dan lamban.
Kini pendapat demikian sudah banyak ditinggalkan sehingga semua pelatih yang baik memasukkan latihan beban kedalam program latihan atlet. Sementara latihan tahanan otot menurut ACSM  (The American College of Sport and Medicine) adalah salah satu metode untuk meningkatkan kebugaran otot.  Dalam latihan beban ada beberapa macam metode latihan kekuatan yang dijelaskan oleh Harsono (1988:196), diantaranya set sistem, sistem super set, split routines, burn out, metode multi-poundage dan sistem piramid.
Dalam penelitian ini peneliti bermaksud mengadopsi sistem latihan piramid yang biasanya selalu digunakan dalam latihan kekuatan atau weight training. “Pelaksanaan sistem piramid dimulai dari beban yang ringan, kemudian pada set berikutnya makin lama makin berat beban latihannya.” (Harsono, 1988:198).
Dalam beberapa metode latihan peneliti tertarik untuk mengkaji metode latihan lainnya yang berbeda yaitu latihan dengan sistem piramid terbalik yang merupakan kebalikan dari sistem piramid normal. Keduanya bertujuan untuk membangun jaringan otot dengan memicu dua jenis hipertrofi sarkoplasmik dan hipertrofi miofibrilar. Sistem piramid normal termasuk kedalam jenis hipertrofi miofibrilar yang dipicu dengan mengangkat beban yang lebih berat sedangkan Sistem piramid terbalik termasuk ke jenis hipertrofi sarkoplasmik yang dipicu dengan meningkatkan repetisi.
Oleh karena itu peneliti ingin mengkaji lebih dalam untuk melihat perbandingan efektivitas metode latihan piramid normal dan piramid terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot.

Kajian Pustaka

Upaya membentuk tubuh dengan memperbesar massa otot melalui serangkaian latihan fisik sudah lama dikenal sejak zaman kuno di Yunani sekitar abad ke-5 SM. Olimpiade kuno yang digelar di Olimpia yang mempertandingkan olahraga gulat, tinju, dan atletik. Para atlet berlaga tanpa busana dengan membaluri tubuh menggunakan minyak dan bedak halus, agar menjadi hiburan, tontonan, sumber kekaguman, dan kebanggan bagi masyarakat Yunani kuno.
Perkembangan binaraga di dunia barat berlangsung pada kurun waktu 1880 hingga 1953 sebelum akhir abad ke-19 yang dimulai oleh Eugen Sandow dari Prussia (Jerman Utara), yang dikenal sebagai “Bapak Binaraga Modern”. Dia menyelenggarakan kontes binaraga perdana dunia pada 14 September 1901 yang disebut “Great Competition” dan digelar di Royal Albert Hall yang bertempat di Kota London.
Pada tahun 1970-an, binaraga semakin terkenal dan mendapatkan publisitas besar berkat penampilan Arnold Schwarzenegger dalam film Pumping Iron tahun 1977 sehingga binaraga mulai diakui oleh organisasi Internasional Federation of Body Building (IFBB). Dalam industri binaraga modern, “binaragawan profesional” merupakan binaragawan yang telah memenangi kompetisi kualifikasi sebagai tingkat amatir dan mendapatkan “pro card” dari IFBB (http://www.flexonline.com/2009_mr_olympia_final_results/news/958).
Latihan beban adalah salah satu bentuk latihan tahanan untuk meningkatkan kekuatan. Latihan tahanan tersebut harus dilakukan sedemikian rupa sehingga atlet harus mengeluarkan tenaga untuk menahan beban. Beban tersebut sedikit demi sedikit bertambah berat agar perkembangan otot terjamin. Oleh karena itu, latihan tahanan harus dilakukan secara progresif dan tidak berhenti pada satu berat beban atau bobot tertentu (Komarudin, 2007: 91).
Menurut Harsono (1988:185), salah satu macam latihan tahanan secara isotonis yang paling populer dalam olahraga adalah weight training. Weight training yang dimaksud disini berbeda dengan latihan tahanan lainnya yang di sebut weight lifting,untuk menghindari salah pengertian tentang weight training dan weight lifting akan dijelaskan terlebih dahulu perbedaan bentuk latihan keduanya. Weight lifting adalah latihan yang menekankan pada beban-beban yang berat dan merupakan suatu cabang olahraga tersendiri, dimana para atlet berlomba-lomba untuk mengangkat beban seberat mungkin dalam kelas masing-masing sehingga akan menentukan sebagai juara atau tidaknya sedangkan weight training adalah latihan-latihan yang sistematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai berbagai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki kondisi fisik yang komponen-komponennya seperti kekuatan otot, daya tahan otot dan power otot. Oleh karena itu, beban-beban yang dipergunakan dalam weight training tidak seberat weight lifting.
Kini pendapat demikian sudah banyak ditinggalkan sehingga semua pelatih yang baik memasukkan weight training kedalam program latihan atlet. Akan tetapi masih ada juga pelatih yang tidak memasukkannya karena weight training yang telah dilakukan tidak dapat meyakinkan para atlet maupun pelatih akan kegunaan dan manfaat sebenarnya. Hal ini disebabkan cara pelaksanaan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, sehingga tidak memberikan hasil yang memuaskan, yang ada hasilnya bertolak belakang. Maksudnya kecepatan gerak otot menjadi lamban, hanya karena salah menerapkan pelaksanaan latihannya.
Oleh karena itu yang terpenting dalam pelaksanaan dan penerapan weight training ini harus dilakukan dengan tepat dan memenuhi prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, agar tujuanweight trainingtercapai dengan baik. Hal ini dapat memberikan keyakinan yang lebih baik kepada para pelatih maupun atlet tentang kegunaan weight training, apabila dilaksanakan dengan benar dapat memperbaiki kesehatan fisik, meningkatkan kecepatan, power, kekuatan, dan daya tahan. Itu semua merupakan faktor-faktor yang penting bagi atlet. Termasuk para pelari jarak jauh di Indonesia, dari pelari 1500 meter sampai ke maraton, tidak pernah melakukan weight training. Mereka mengatakan bahwa latihan yang paling baik adalah lari sejauh-jauhnya setiap hari. Akan tetapi para pelari jarak jauh dunia sekarang, selain lari jauh setiap hari juga berlatih weight training meskipun dengan beban-beban yang ringan atau dengan weighted gloves (sarung tangan yang diperberat). Katch dan McArdle (1983) mengatakan bahwa “Strength is an important component of endurance”, kekuatan merupakan komponen terpenting untuk daya tahan.
Demikian pula bagi para pesenam. Meskipun agilitas, kecepatan, dan koordinasi penting sekali bagi pesenam, akan tetapiAbraham Grossfeld, bekas kampiun senam Olimpik dari Amerika (Katch dan McArdle: 1983) mengatakan  “In gymnastics you’re never strong enough. The stronger you are, the more you’re able to do”sedangkan Peter Fleming, mitra Dobel Jhon McEnroe dengan tegas mengatakan “Since I’ve been doing weight training I’m about twice as coordinated as I used to be”. (Katch dan McArdle: 1983). Jadi jago-jago itu memang yakin bahwa kekuatan penting, bisa ikut meningkatkan dan memperbaiki faktor-faktor fisik lainnya seperti daya tahan dan koordinasi gerak (Harsono, 1988: 186).
Beberapa prinsip dan syarat weight trainingyang dikemukakan oleh Harsono (1988: 187-195) yang penting diperhatikan adalah:
a) Weight training harus didahului oleh warm-up yang menyeluruh...b)Prinsip overload harus diterapkan...c)Batas repetisi dianjurkan tidak lebih dari 12 dan tidak kurang dari 8 RM (repetisi maksimal)...d)Agar hasil perkembangan otot efektif, setiap bentuk latihan dilakukan dalam 3 set, dengan istirahat diantara setiap set antara 3 sampai  5 menit...e)Pada waktu mengangkat, mendorong, menarik beban harus dilakukan dengan teknik yang benar...f)Repetisi sedikit, dengan beban berat akan membentuk kekuatan otot sedangkan repetisi banyak dengan beban ringan akan menghasilkan peningkatan daya tahan otot...g)Setiap bentuk latihan harus dilakukan dalam ruang gerak yang seluas-luasnya (full range of motion)...

Latihan kekuatan yang banyak dilakukan ialah weight training. Latihan ini berbeda dengan cabang olahraga angkat besi (weight lifting) yang tujuannya ialah berlomba mengangkat beban seberat mungkin. Weight training merupakan latihan tahanan dengan menggunakan beban sebagai alat untuk meningkatkan kondisi fisik, termasuk kebugaran jasmani dan kesehatan (Rusli Lutan dkk, 1992:121).
Metode yang sering diterapkan dalam weight training ialah set sistem. Pelaksanaannya, dengan melakukan angkatan berulang-ulang untuk satu bentuk latihan yang disebut set. Setelah set pertama dilakukan, istirahat selama 3-5 menit. Selanjutnya gerakan ini diulangi kembali seperti set pertama (Rusli Lutan dkk, 1992:121).
Dalam latihan beban ada beberapa macam metode latihan kekuatan yang dijelaskan oleh Harsono (1988:196), diantaranya set sistem, sistem super set, split routines, burn out, metode multi-poundage dan sistem piramid. Sistem piramid adalah sebuah sistem latihan yang diawali dengan beban yang ringan diakhiri dengan beban yang berat dan setiap repetisinya berkurang (Harsono, 1988: 198). Pelaksanaan sistem piramid adalah sebaliknya dari sistem burn-out. Yaitu beban untuk set 1 ringan, kemudian pada set-set berikutnya makin lama makin berat dan biasanya jumlah set dalam sistem piramid dibatasi sampai 5 set serta istirahat antara set 3 – 5 menit (Iman Imanudin, 2008:107). Sistem piramid terbalik adalah bentuk latihan yang diawali dengan beban berat, repetisi (pengulangan) sedikit, dan diakhiri dengan beban yang ringan dan pengulangan yang banyak, teori ini dijelaskan dalam metodologi kepelatihan olahraga Dikdik Jafar Sidik dan Iman Imanudin (2007:37). Sistem piramid terbalik ini merupakan suatu bentuk latihan dengan mengkaji dari bentuk latihan lainnya yang merupakan kebalikan dari sistem piramid.
Sistematis anatomi tubuh meliputi Miologi (Myology) adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang otot. Myo = muscle = musculus = otot; logy = ilmu pengetahuan (Ucup Yusup dkk, 2008:80).
ACSM mengatakan Otot adalah jaringan kontraktil hewan dan berasal dari lapisan sel germinal embrio. Sel-sel otot kontraktil mengandung filamen yang bergerak melewati satu sama lain dan mengubah ukuran sel. Mereka di klasifikasikan sebagai otot rangka, jantung, atau halus. Fungsi mereka adalah untuk menghasilkan gaya dan menyebabkan gerakan.
Jumlah otot dalam tubuh manusia berkisar 620 bagian, tergantung berkonsultasi pada ahli yang mana. Tidak ada angka pasti karena ada berbagai pendapat mengenai apa yang merupakan dasar otot yang berbeda (dibandingkan bagian otot yang kompleks) dan ada beberapa variabilitas dalam struktur otot antara individu. ACSM (The American College of Sport and Medicine).
Hipertrofi berasal dari bahasa Yunani “hiper” yang berarti berlebihan dan “trofi” berarti pengayaan gizi. Jadi, hipertrofi adalah peningkatan volume organ atau jaringan akibat pembesaran komponen sel sedangkan hipertrofi otot adalah satu bentuk paling umum dan paling jelas dari hipertrofi organ, muncul pada organ otot rangka sebagai respon atas latihan fisik atau latihan beban. Tergantung jenis latihannya, hipertrofi otot dapat muncul melalui meningkatnya volume sarkoplasma atau meningkatnya protein kontraktil (http://muscle.ucsd.edu/musintro/hypertrophy.shtml).
ACSM (The American College of Sport and Medicine) mendefinisikan hipertrofi otot sebagai peningkatan dari asupan protein pada sel otot dengan meningkatkan kadar sintesis, menurunkannya atau keduanya. Sedangkan menurut Ade Rai (2011:21), hipertrofi istilah untuk serabut otot rangka yang membesar dari ukuran aslinya. Serabut otot rangka membesar melalui pembesaran diameter dari serabut ototnya (muscle fibre). Hipertrofi adalah reaksi terhadap rangsangan dalam latihan beban, agar hipertrofi otot bisa terwujud, diperlukan rangsangan awal dalam bentuk serangkaian daya yang besar dan sistematis terhadap otot. Daya yang besar dan sistematis terhadap otot itulah yang menyebabkan kerusakan otot (muscle breakdown). Dari kerusakan otot tersebutlah tubuh berupaya memperbaikinya (dalam proses istrahat) menjadi lebih tebal. Terwujudlah hipertrofi otot.
Hipertrofi otot merupakan latihan yang ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis, akan terutama menyebabkan terjadinya hipertrofi otot. Hipertrofi ini disebabkan oleh karena bertambahnya unsur kontraktil (actin dan miosin) di dalam otot, menebalnya dan menjadi lebih kuatnya sarcolemma,  bertambahnya jumlah jaringan ikat di antara sel-sel otot (serabut-serabut otot) dan jumlah kapiler di dalam otot khusunya yang dilatih untuk daya tahan.
Otot-otot yang tidak terlatih akan mengecil (atrofi) dan melemah. Dengan latihan maka otot-otot akan membesar (hypertrophy). Pembesaran terjadi oleh karena bertambahnya unsur kontraktil di dalam serabut otot yang menyebabkan meningkatnya kekuatan kontraksi otot (kekuatan aktif otot), menebalnya sarcolemma dan bertambahnya jaringan ikat diantara serabut-serabut otot yang menyebabkan meningkatnya kekuatan pasif dan aktif otot serta tahan terhadap regangan (Santosa Giriwijoyo, 2007:183).
Latihan otot akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam otot yaitu perubahan anatomis, kimiawi dan fisiologis. Pada perubahan anatomis, latihan otot akan menyebabkan pembesaran otot karena membesarnya serabut-serabut otot (hipertrofi otot), bertambahnya jumlah kapiler didalam otot (kapilarisasi otot), dan bertambahnya jumlah jaringan ikat di dalam otot (Santosa Giriwijoyo, 2007:182). Petren dkk (dalam Karpovich dan Sinning 1971) mendapatkan adanya kenaikan jumlah kapiler sebesar 40-45% di dalam otot jantung dan otot gastrocnemius pada kelinci yang dilatih lari sedangkan perubahan intraselular ditandai dengan meningkatnya jumlah dan ukuran mitochondria, disertai dengan bertambahnya jumlah cristae yang menjadi lebih padat. Mitochondria ini mengandung enzym-enzym oksidatif untuk menyelenggarakan pembentukan daya secara aerobik.
Perubahan anatomis yang lebih dominan yaitu latihan yang bersifat anaerobik karena menyebabkan terjadinya pembesaranserabut-serabut otot disertai bertambanya jumlah jaringan ikat, sedangkan latihan yang bersifat aerobik menyebabkan terjadinya kapilarisasi disertai bertambahnya jumlah mitochondria. Dua hal yang terakhir berkaitan dengan diperlukannya kemampuan memasok oksigen yang lebih baik.
Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Eksperimen. Penelitian eksperimen dilakukan di laboratorium sedangkan naturalistik/kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah. Dalam penelitian eksperimen ada perlakuan (treatment), dengan demikian metode eksperimen diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2009:72).
Penelitian ini dilaksanakan di Fitness Center Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang Cimbuleuit Bandung (FCBPBS). Populasi penelitian ini adalah member putra Fitness Center Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang 50 orang, member yang pasif 30 orang dan member aktif 20 orang sedangkan sample yang peneliti gunakan adalah member aktif sejumlah 20 orang, 10 orang sebagai sample pada kelompok sistem piramid normal dan 10 orang pada kelompok sistem piramid terbalik. Dalam Teknik pengambilan sampel  menggunakan teknik purvosive sampling. Teknik purposive sampling menurut Surakhmad (1989:100) bahwa: “Teknik purposive sampling adalah dengan sengaja menarik sample (non random) karena alasan-alasan diketahunya sifat-sifat sample itu”. Sifat-sifat yang penulis tentukan dalam penelitian ini adalah kesamaan sifat karakteristik sample yang akan mempermudah dalam pembuatan program latihan yang akan dilakukan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat ukur seperti meteran, untuk melihat perubahan lingkar otot sebelum dan sesudah penelitian, yang dilakukan pada otot lengan dengan menggunakan latihan standing dumbell curls dan otot paha menggunakan latihan leg extension, agar bisa membedakan peningkatan hipertrofi otot dengan menggunakan sistem piramid normal dan sistem piramid terbalik.
Rancangan penelitian yang digunakan pre-experimental design yang jenis nya pretest-posttest design, karena penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Dasar penggunaan rancangan ini adalah kegiatan percobaan yang diawali dengan memberikan perlakuan kepada subjek yang diakhiri dengan suatu bentuk tes guna mengetahui pengaruh perlakuan yang telah diberikan. Teknik Analisis Data dengan menguji normalitas, uji homogenitas dan uji perbedaan.


Hasil Penelitian dan Pembahasan

Adapun pengujian yang akan dilakukan menggunakan program komputer SPSS 17 yaitu menggunakan  Kolmogorov-Simirnov test yang bertujuan untuk menguji normalitas data dan Compare Means Paired Sample T test untuk menguji perbedaan yang dilakukan terhadap dua sample yang berpasangan (paired); sample yang berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda (Singgih Santosa: 2009).

Tabel 1. Rata-rata dan Simpangan baku pada bagian lengan

Sistem Latihan Piramid Normal
Tes Awal (cm)
Tes Akhir (cm)
Selisih (cm)
Persen (%)
L Ka
L Ki
L Ka
L Ki
L Ka
L Ki
L Ka
L Ki
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
X
30,5
32
30,1
31,5
31,3
32,8
30,9
32,3
0,8
0,8
0,8
0,8
2,6
2,5
2,6
2,5
S
3,4
3,2
3,5
3,5
3,4
3,2
3,5
3,5
0,2
0,2
0,2
0,2
5,9
6,2
5,7
5,7
Sistem Latihan Piramid Terbalik
Tes Awal (cm)
Tes Akhir (cm)
Selisih (cm)
Persen (%)
L Ka
L Ki
L Ka
L Ki
L Ka
L Ki
L Ka
L Ki
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
X
32,6
34,5
32,5
34,3
33,3
35,2
33,1
34,9
0,7
0,7
0,6
0,6
2,1
2
1,8
1,7
S
2
1,9
2,1
1,8
1,9
1,9
2,1
1,8
0,2
0,2
0,2
0,1
10
10,5
9,5
5,5

Tabel.2 Uji beda antara sistem piramid normal dan terbalik pada lengan

Kelompok
Mean
df
T hitung
T tabel
Sig.
(2-tailed)
Ket
Selisih SLPN L Ka R – SLPT L Ka R
0,2 cm
9
2,553
1,833
,031
Signifikan
Selisih SLPN L Ka K – SLPT L Ka K
0,2 cm
9
2,973
1,833
,016
Signifikan
Selisih SLPN L Ki R – SLPT L Ki R
0,2 cm
9
2,553
1,833
,031
Signifikan
Selisih SLPN L Ki K – SLPT L Ki K
0,2 cm
9
3,273
1,833
,010
Signifikan

Berdasarkan selisih pada lengan kanan dan kiri antara sistem latihan pramid normal dan terbalik t hitung > t tabel dan nilai probabilitas < 0,025 , maka Ho ditolak. Jadi, terdapat perbedaan yang signifikan antara metode latihan piramid normal dan terbalik terhadap peningkatan  hipertrofi otot lengan. Dengan perbedaan Lengan Kanan saat Relaksasi, Lengan Kanan saat Kontraksi dan Lengan Kiri saat Relaksasi adalah 0,2 cm, Lengan  Kiri saat Kontraksi adalah 0,2 cm.

Tabel. 3 Rata-rata dan simpangan baku pada bagian paha

Sistem Latihan Piramid Normal
Tes Awal (cm)
Tes Akhir (cm)
Selisih (cm)
Persen (%)
P Ka
P Ki
P Ka
P Ki
P Ka
P Ki
P Ka
P Ki
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
X
54,7
55,1
54,7
55,1
55,5
56
55,5
56
0,8
0,9
0,8
0,9
1,5
1,6
1,5
1,6
S
6
6
6
6
6
6
6
6
0,2
0,2
0,2
0,2
3,3
3,3
3,3
3,3
Sistem Latihan Piramid Terbalik
Tes Awal (cm)
Tes Akhir (cm)
Selisih (cm)
Persen (%)
P Ka
P Ki
P Ka
P Ki
P Ka
P Ki
P Ka
P Ki
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
R
K
X
54,5
55
54,4
54,9
55,1
55,6
55
55,5
0,6
0,6
0,6
0,6
1,1
1,1
1,1
1,1
S
4
4
3,8
3,8
4
4
3,8
3,8
0,2
0,1
0,2
0,1
5
2,5
5,2
2,6

Tabel.4 Uji beda antara sistem piramid normal dan terbalik pada paha

Kelompok
Mean
df
T hitung
T tabel
Sig.
(2-tailed)
Ket
Selisih SLPN P Ka R – SLPT P Ka R
0,2 cm
9
2,739
1,833
,023
Signifikan
Selisih SLPN P Ka K – SLPT P Ka K
0,3 cm
9
4,302
1,833
,002
Signifikan
Selisih SLPN P Ki R – SLPT P Ki R
0,2 cm
9
2,739
1,833
,023
Signifikan
Selisih SLPN P Ki K – SLPT P Ki K
0,3 cm
9
4,302
1,833
,002
Signifikan

Kelompok metode latihan piramid normal dan terbalik pada bagian paha saat relaksasi  t hitung adalah 2,739, saat kontraksi 4,302, dan t tabel 1,833, dan nilai probabilitas 0,023/2 = 0,0115, 0,002/2 = 0,001 karena t hitung > t tabel serta nilai probabilitas < 0,025 maka Ho ditolak dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara metode latihan piramid normal dan terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot paha. Dengan perbedaan Paha Kanan saat Relaksasi 0,2 cm, Paha Kanan saat Kontraksi 0,3 cm dan Paha Kiri saat Relaksasi 0,2 cm, Paha Kiri saat Kontraksi 0,3 cm.
Penelitian yang menggunakan metode latihan piramid normal memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap peningkatan hipertrofi otot lengan dan paha karena latihan piramid normal ini diawali dengan beban yang ringan menuju beban yang berat sehingga akan menguntungkan otot cepat beradaptasi  dan otot-otot akan bekerja maksimal sehingga terdapat kemajuan dari sisi peningkatan menuju perubahan pada intensitas. Metode latihan piramid terbalik juga memberikan pengaruh terhadap peningkatan hipertrofi otot lengan dan paha tetapi tidak sebanding pengaruhnya dengan metode latihan piramid normal, metode latihan piramid terbalik ini membutuhkan adaptasi beban yang maksimal untuk mengawali latihan pembebanan karena otot-otot dituntut untuk memberikan kualitas kerja yang maksimal sehingga otot akan merasakan kelelahan untuk melakukan set berikutnya.

Kesimpulan

Kesimpulan dibuat berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data tentang perbandingan metode latihan piramid normal dan piramid terbalik terhadap penigkatan hipertrofi otot. Maka dari itu penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dibawah ini:
1.       Terdapat pengaruh dari metode latihan piramid normal terhadap peningkatan hipertrofi otot lengan dan otot paha
2.       Terdapat pengaruh dari metode latihan piramid terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot lengan dan otot paha.
3.       Metode latihan piramid normal memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan hipertrofi otot lengan dan otot paha dibandingkan dengan metode latihan piramid terbalik.

Saran

Berdasarkan proses dan hasil kajian mengenai perbandingan metode latihan piramid normal dan piramid terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot terutama otot lengan dan otot paha. Maka saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1.       Lakukan latihan beban (weight training) dengan metode latihan yang benar dan efektif sesuai dengan tujuan yang diinginkan
2.       Ada baiknya untuk para instruktur atau pelatih serta atlet dalam menyusun program latihan hipertrofi otot digunakan metode latihan piramid normal atau piramid terbalik terutama untuk melatih dan meningkatkan hipertrofi otot lengan dan paha, dari kedua sistem itu yang lebih cepat peningkatannya yaitu sistem latihan piramid normal.
3.       Diharapkan kedepannya dilakukan penelitian untuk peningkatan hipertrofi dengan metode latihan piramid normal dan terbalik terhadap jenis otot yang lainnya selain otot lengan dan paha serta penelitiannyan lebih dari satu bulan dengan sample yang lebih banyak.
4.       Dalam latihan beban peningkatan otot akan lebih cepat, jika latihan nya teratur, istirahat yang cukup dan ditunjang dengan nutrisi yang baik.

Daftar Pustaka


Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dwyer, & Davis. (2005).  (ACSM) The American College of Sport and Medicine Health Related Physical Fitness Manual. Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins.

Giriwijoyo, Santosa. dkk. (2007). Ilmu Kesehatan Olahraga Sport Medicine Untuk Kesehatan dan untuk Prestasi Olahraga. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Giriwijoyo, Santosa. (2007). Ilmu Faal Olahraga Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga. Bandung: Universitas Pendidikan Indinesia.

Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-Aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta: CV. Tambak Kusuma.

Hasan, Iqbal. (2002). Pokok-pokok materi metodologi penelitian dan aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Imanudin, Iman. (2008). Ilmu Kepelatihan Olahraga. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Komarudin. (2007). Penerapan metode latihan beban dan latihan elastic tubing dalam meningkatkan prestasi memanah jarak 30 meter. Banda Aceh: Pusat Kajian Ilmu Olahraga Universitas Syiah Kuala.

Lutan, Rusli. dkk. (1992). Manusia dan Olahraga. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Lutan, Rusli. (2001). Pengembangan Sistem Pembelajaran Model Mata Kuliah Penelitian Pendidikan Olahraga. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Mc Ardle, & Katch. (2007). Skeletal Muscle: Structure and Function. Exercise Physiology.

Rai, Ade. (2011). 101 Binaraga Natural 101 Strategi Binaraga Sehat Tanpa Obat. Jakarta: Libri.

Santosa, Singgih. (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistika dengan SPSS 17. Jakarta: Kompas Gramedia.

Skripsi Sarjana Pada FPOK UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Staf Pengajar K K Ilmu-Ilmu Kemanusiaan. (2009). Tata Tulis Karya Ilmiah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&B.Bandung: Alfabeta.

Tim Penyusun Kamus. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Penyusun UPI. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Yusup, Ucup. dkk. (2008). Anatomi Manusia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.