Proses perkawinan antara lelaki
dan perempuan sebagai jodohnya untuk berhubungan satu sama lain menjadi suami
istri yang sah. Dengan landasan nikah itu lalu timbul hak-hak kewajiban antara
keduanya, dalam rangka membentuk suatu rumah tangga yang sejahtera, bahagia,
penuh ketenangan, dan kasih sayang.
Untuk menjaga keutuhan rumah tangga antara dua belah pihak, maka
keduanya harus matang lahir dan batin. Disamping itu harus mengetahui tugas dan
kewajiban masing-masing, saling pengertian, isi mengisi dan toleran. Sehingga
tujuan perkawinan sebagaimana tersebut dalam firman Allah akan terwujud:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaa-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya ada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
(QS. 30 Ar-Ruum:21).
Untuk itu maka ada bebrapa
tuntutan untuk menciptakan rumah tangga bahagia:
1. Mempelajari
ilmu agama
Faktor ajaran
agama islam adalah unsur pokok yang paling penting dalam pembinaan rumah tangga
yang bahagia, sebab ajaran islam memberikan petunjuk anatra yang baik dan
buruk, menguntungkan dan merugikan, yang akhirnya memberikan semacam pegangan
dalam hidup dan kehidupan, bagaimana sikap jiwa sewaktu mendapat nikmat dan
musibah.
Banyak pemimpin
rumah tangga khusunya di kota-kota besar yang mengutamakan ilmu dunia saja,
sehingga anak-anak dan keluarganya mendapat pengajaran beserta pendidikan umum
yang cukup tinggi sampai mendapat titel sarjana, megister, bahkan doktor,
tetapi banyak yang mengabaikan pendidikan agama. Akibatnya anggota keluarganya
sama sekali tidak mengenal huruf Al-Qur’an, apalagi pandai membacanya, bahkan
tidak pernah ruku’ dan sujud kepada Allah yang memberinya ilmu dan harta
keduniaan. Lain halnya bagi rumah tangga yang telah timbuh subur dan berakar
kuat dengan ajaran-ajaran agama, mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah,
memancar kebahagiaan dan kenikmatan hidup, memantul ketenangan dan kenikmatan
rohaniah, walaupun dalam situasi kekurangan dan kesulitan.
2. Akhlak
dan kesopanan
Unsur kedua
rumah tangga bahagia ialah terciptanya hubungan yang harmonis anatara sesama
keluarga, suami-istri, anak-anak, anak dengan ibu bapaknya serta dengan
tetangga dan masyarakat. Yang tua kasih sayang terhadap yang muda, dan
sebaliknya. Sebagaimana pesan Rasulullah SAW. Dalam sebuah haditsnya:
“Tidak termasuk umat kami orang-orang yang
tidak menghormati yang lebih tua, dan orang-orang yang tidak menyayangi
anak-anak kecil dari kami.”
3. Harmonis
dalam pergaulan
Dalam rumah
tangga bahagia, senantiasa tergalang pergaulan yang harmonis antara semua
keluarga. Setiap anggota keluarga hidup rukun dan mesra, tidak saling
curiga-mencurigai, tuduh-menuduh, salah-menyalahkan dan sebagainya. Jika
terjadi kericuhan, maka segera diselesaikan dengan musyawarah secara
kekeluargaan dengan menjauhkan akibatnya yang merupakan bom waktu yang dapat
meledak sewaktu-waktu.
4. Hemat
dan hidup sederhana
Sebagaian besar
kehancuran suatu rumah tangga karena keroyalan hidup dan pemborosan, tidak
berhemat dan tidak memikirkan hari esok, tidak mengerti ada musim hujan dan
musim panas. Hawa nafsu ingin hidup mewah tidak seimbang dengan sumber yang
ada, sehingga timbullah suatu keadaan yang gawat di rumah tangga itu, besar
pasak daripada tiang. Agama islam selalu memperingatkan agar manusia hidup
qana’ah yang mencukupkan apa yang ada serta menyesuaikan dengan keadaan kita
sendiri dan tidak perlu mencontoh orang lain yang lebih mewah kehidupannya.
5. Menyadari
cacat sendiri
Banyak orang terlalu rajin melihat cacat orang lain, tetapi jarang sekali melihat cacatnya sendiri. Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya, apabila setiap pemimpin rumah tangga menyadari ini sepenuhnya, maka dapatlah dihindarkan perasaan benar sendiri. Itulah sebabnya ahli hikmat sering menasehatkan agar orang sering bercermin diri, agar dia tahu di mana kelebihan dan kekurangannya. Apabila orang itu sudah menyadari dirinya, maka dia akan mawas diri dan akhirnya berusaha memperbaikinya atau bertobat. Dengan demikian maka perkawinan tetap kekal selama-lamanya.