Oleh:
Arhesa, Sandra1 (arhesa.reza@gmail.com)
Abstract
In weight
training there are several kinds of training methode to increase muscle
hypertrophy. A better method used to increase muscle hypertrophy normal pyramid
system and inverted pyramid. This study aims to determine the effect and
effectiveness of the differences between normal pyramid and training methods
inverted pyramid to increase muscle hypertrophy. Data were collected in july
until the month of august 2012 at the Fitness Center Balai Pertemuan Bumi
Sangkuriang (FCBPBS). This research used experimental research with the
member’s man FCBPBS populatiom numbering 50 people, 30 people were passive
members and 20 active members. Samples taken an active member of 20 people, 10
people of normal pyramid training method and 10 using the inverted pyramid training
method. The analysis of this study showed the effect of the increase in muscle
hypertrophy training method normal pyramid and the pyramid upside down and
there are significant differences between the methods of normal pyramid and
inverted pyramid exercises to increase muscle hypertrophy especially the
muscles in your arms and thigh muscles, with increased muscle hypertrophy more
both normal pyramid training method. Expected future research to increase
hypertrophy with normal pyramid training methods and the pyramid upside down
against other types of muscle as well as the research of more than one month to
sample more.
Keywords: hypertrophy mucles, weight training, excercise method,
normal pyramid system and inverted pyramid
Abstrak
Dalam latihan
beban ada beberapa macam metode latihan untuk meningkatkan hipertrofi otot. Metode yang lebih baik untuk peningkatan hipertrofi otot
digunakan Sistem Piramid Normal dan Piramid Terbalik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan perbedaan efektivitas antara metode latihan piramid normal dan piramid terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot. Pengambilan data
dilakukan pada bulan juli sampai bulan agustus 2012 di Fitness
Center Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang (FCBPBS). Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen
dengan populasi member putra FCBPBS berjumlah 50 orang, member pasif 30 orang
dan member aktif 20 orang. Sampel
yang diambil member aktif
20 orang, 10 orang menggunakan metode latihan piramid normal dan 10
orang menggunakan metode latihan piramid terbalik. Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terhadap peningkatan hipertrofi otot yang menggunakan metode latihan piramid normal dan pyramid terbalik serta terdapat perbedaan yang signifikan antara metode latihan piramid normal dan terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot terutama otot lengan dan otot paha, dengan peningkatan hipertrofi otot yang lebih baik
menggunakan metode latihan piramid normal. Diharapkan kedepannya dilakukan
penelitian untuk peningkatan hipertrofi dengan metode latihan piramid normal
dan piramid terbalik terhadap jenis otot yang lain
serta penelitiannya lebih dari satu bulan dengan sample yang lebih banyak.
Kata Kunci: Hipertrofi Otot, Latihan Beban, Metode
Latihan, Sistem Piramid Normal dan Piramid Terbalik.
Pendahuluan
Binaraga adalah kegiatan pembentukan tubuh yang melibatkan
hipertrofi otot. Dengan melakukan
latihan beban dan diet protein
tinggi secara rutin, seseorang dapat meningkatkan massa otot. Seseorang yang menekuni aktivitas ini disebut binaragawan (pria) atau
binaragawati (wanita). Selain menjadi gaya hidup untuk membentuk tubuh
sekaligus menjaga kesehatan, binaraga juga dapat diperlombakan dalam berbagai
kontes atau sebagai salah satu cabang olahraga yang
kerap diperlombakan di pesta olahraga seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) atau Sea Games.
Dalam kejuaraan
binaraga, para binaragawan memamerkan otot tubuh mereka di hadapan dewan juri
yang menilai penampilan fisik mereka. Dewan juri ini akan memberikan nilai
berdasarkan kriteria tertentu, seperti: massa otot, simetri tubuh, bagian otot,
serta penampilan yang mencakup koreografi, musik, dan tema. Otot tubuh
ditonjolkan melalui serangkaian proses yang disebut cutting phase, serangkaian kombinasi dari pengurangan kadar lemak tubuh, penggelapan
warna kulit (dilakukan dengan berjemur di bawah sinar matahari), pembaluran
minyak pada tubuh, ditambah efek penyinaran panggung yang akan membantu dewan
juri untuk melihat bagian otot secara lebih jelas.
Federasi binaraga
dunia adalah International Federation of Body Building &
Fitness (IFBB), sedangkan
Federasi binaraga nasional Indonesia adalah Persatuan Angkat Besi, Angkat
Berat, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI). Binaragawan umumnya menempuh
tiga strategi untuk memaksimalkan hypertrophy
otot yaitu dengan latihan beban, nutrisi, dan istirahat yang cukup (http://www.flexonline.com/2009_mr_olympia_final_results/news/958).
Latihan beban merupakan
salah satu macam latihan tahanan secara isotonis, yang paling sering digunakan
dalam olahraga. Latihan beban adalah latihan-latihan yang sistematis dimana
beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai
berbagai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki kondisi fisik sedangkan tujuan
latihan tahanan secara umum menurut ACSM (The American
College of Sport and Medicine) meliputi kekuatan otot, daya tahan otot, hypertrophy otot, dan power otot.
Latihan beban
bertujuan membangun jaringan otot dengan memicu dua jenis hipertrofi; hipertrofi sarkoplasmik dan
hipertrofi miofibrilar. Hipertrofi sarkoplasmik menciptakan otot yang lebih
besar sehingga menjadi tujuan latihan binaraga daripada hipertrofi miofibrilar
yang lebih bersifat kekuatan dan kelenturan. Sarkoplasmik dipicu dengan meningkatkan
repetisi (pengulangan), sementara miofibrilar dipicu dengan mengangkat beban yang lebih berat. Keduanya
secara bersama dapat meningkatkan ukuran dan kekuatan otot (dibandingkan dengan
orang yang tidak latihan beban sama sekali), namun norma yang berbeda.
Banyak pelatih
memilih untuk secara silih berganti menggunakan dua metode ini. Hal ini
dimaksudkan agar tubuh beradaptasi (dengan mempertahankan beban lebih yang
progresif), mungkin dengan menekankan metode sesuai kebutuhan mereka, misalnya
seorang binaragawan yang terbiasa latihan dengan metode hipertrofi sarkoplasmik yaitu meningkatkan repetisi
(pengulangan) dapat suatu waktu beralih ke hipertrofi miofibliar yaitu
mengangkat beban yang lebih berat agar dapat melampaui batas plateau yakni suatu titik
dimana latihannya sudah membentur batas.
Sebelum perang dunia II
boleh dikatakan hampir semua pelatih olahraga menentang dimasukkannya latihan
beban dalam program latihan atlet. Mereka beranggapan bahwa latihan beban
membahayakan dan akan menyebabkan atlet menjadi apa yang disebut sebagai muscle bound, suatu kondisi dimana atlet
akan menjadi kaku dan lamban. Otot yang berada dalam kondisi muscle bound adalah otot yang meskipun
besar dan kuat, tetapi kaku dan lamban.
Kini pendapat demikian
sudah banyak ditinggalkan sehingga semua pelatih yang baik memasukkan latihan
beban kedalam program latihan atlet. Sementara latihan tahanan otot menurut
ACSM (The American College of Sport and Medicine) adalah salah satu
metode untuk meningkatkan kebugaran otot. Dalam latihan beban ada beberapa macam metode latihan
kekuatan yang dijelaskan oleh Harsono (1988:196), diantaranya set sistem,
sistem super set, split routines, burn
out, metode multi-poundage dan
sistem piramid.
Dalam penelitian ini
peneliti bermaksud mengadopsi sistem latihan piramid yang biasanya selalu
digunakan dalam latihan kekuatan atau weight
training. “Pelaksanaan sistem piramid dimulai dari beban yang ringan,
kemudian pada set berikutnya makin lama makin berat beban latihannya.”
(Harsono, 1988:198).
Dalam beberapa metode
latihan peneliti tertarik untuk mengkaji metode latihan lainnya yang berbeda
yaitu latihan dengan sistem piramid terbalik yang merupakan kebalikan dari
sistem piramid normal. Keduanya bertujuan untuk membangun jaringan otot dengan
memicu dua jenis hipertrofi sarkoplasmik dan hipertrofi miofibrilar. Sistem piramid normal termasuk kedalam
jenis hipertrofi miofibrilar yang dipicu dengan mengangkat beban yang lebih
berat sedangkan Sistem piramid terbalik termasuk ke jenis hipertrofi
sarkoplasmik yang dipicu dengan meningkatkan repetisi.
Oleh
karena itu peneliti ingin mengkaji lebih dalam untuk melihat perbandingan
efektivitas metode latihan piramid normal dan piramid terbalik terhadap
peningkatan hipertrofi otot.
Kajian Pustaka
Upaya membentuk tubuh
dengan memperbesar massa otot melalui serangkaian latihan fisik sudah lama
dikenal sejak zaman kuno di Yunani sekitar abad ke-5 SM. Olimpiade kuno yang
digelar di Olimpia yang mempertandingkan olahraga gulat, tinju, dan atletik.
Para atlet berlaga tanpa busana dengan membaluri tubuh menggunakan minyak dan
bedak halus, agar menjadi hiburan, tontonan, sumber kekaguman, dan kebanggan
bagi masyarakat Yunani kuno.
Perkembangan binaraga di
dunia barat berlangsung pada kurun waktu 1880 hingga 1953 sebelum akhir abad
ke-19 yang dimulai oleh Eugen Sandow dari Prussia (Jerman Utara), yang dikenal
sebagai “Bapak Binaraga Modern”. Dia menyelenggarakan kontes binaraga perdana
dunia pada 14 September 1901 yang disebut “Great
Competition” dan digelar di Royal Albert Hall yang bertempat di Kota
London.
Pada tahun 1970-an,
binaraga semakin terkenal dan mendapatkan publisitas besar berkat penampilan
Arnold Schwarzenegger dalam film Pumping Iron tahun 1977 sehingga binaraga
mulai diakui oleh organisasi
Internasional Federation of Body Building (IFBB). Dalam industri binaraga
modern, “binaragawan profesional” merupakan binaragawan yang telah memenangi
kompetisi kualifikasi sebagai tingkat amatir dan mendapatkan “pro card” dari IFBB (http://www.flexonline.com/2009_mr_olympia_final_results/news/958).
Latihan beban adalah salah satu bentuk latihan tahanan
untuk meningkatkan kekuatan. Latihan tahanan tersebut harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga atlet harus mengeluarkan tenaga untuk menahan beban.
Beban tersebut sedikit demi sedikit bertambah berat agar perkembangan otot
terjamin. Oleh karena itu, latihan tahanan harus dilakukan secara progresif dan
tidak berhenti pada satu berat beban atau bobot tertentu (Komarudin, 2007: 91).
Menurut Harsono (1988:185), salah satu macam latihan
tahanan secara isotonis yang paling populer dalam olahraga adalah weight training. Weight training yang
dimaksud disini berbeda dengan latihan tahanan lainnya yang di sebut weight lifting,untuk menghindari salah
pengertian tentang weight training
dan weight lifting akan dijelaskan
terlebih dahulu perbedaan bentuk latihan keduanya. Weight lifting adalah latihan yang menekankan pada beban-beban yang
berat dan merupakan suatu cabang olahraga tersendiri, dimana para atlet
berlomba-lomba untuk mengangkat beban seberat mungkin dalam kelas masing-masing
sehingga akan menentukan sebagai juara atau tidaknya sedangkan weight training adalah latihan-latihan
yang sistematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan
otot guna mencapai berbagai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki kondisi fisik
yang komponen-komponennya seperti kekuatan otot, daya tahan otot dan power
otot. Oleh karena itu, beban-beban yang dipergunakan dalam weight training tidak seberat weight
lifting.
Kini pendapat demikian
sudah banyak ditinggalkan sehingga semua pelatih yang baik memasukkan weight training kedalam program latihan
atlet. Akan tetapi masih ada juga pelatih yang tidak memasukkannya karena weight training yang telah dilakukan
tidak dapat meyakinkan para atlet maupun pelatih akan kegunaan dan manfaat
sebenarnya. Hal ini disebabkan cara pelaksanaan yang tidak sesuai dengan yang
seharusnya, sehingga tidak memberikan hasil yang memuaskan, yang ada hasilnya bertolak
belakang. Maksudnya kecepatan gerak otot menjadi lamban, hanya karena salah
menerapkan pelaksanaan latihannya.
Oleh karena itu yang
terpenting dalam pelaksanaan dan penerapan weight
training ini harus dilakukan dengan tepat dan memenuhi prinsip-prinsip dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, agar tujuanweight trainingtercapai dengan baik. Hal ini dapat memberikan
keyakinan yang lebih baik kepada para pelatih maupun atlet tentang kegunaan weight training, apabila dilaksanakan
dengan benar dapat memperbaiki kesehatan fisik, meningkatkan kecepatan, power,
kekuatan, dan daya tahan. Itu semua merupakan faktor-faktor yang penting bagi
atlet. Termasuk para pelari jarak jauh di Indonesia, dari pelari 1500 meter
sampai ke maraton, tidak pernah melakukan weight
training. Mereka mengatakan bahwa latihan yang paling baik adalah lari
sejauh-jauhnya setiap hari. Akan tetapi para pelari jarak jauh dunia sekarang,
selain lari jauh setiap hari juga berlatih weight
training meskipun dengan beban-beban yang ringan atau dengan weighted gloves (sarung tangan yang
diperberat). Katch dan McArdle (1983) mengatakan bahwa “Strength is an important component of endurance”, kekuatan
merupakan komponen terpenting untuk daya tahan.
Demikian
pula bagi para pesenam. Meskipun agilitas,
kecepatan, dan koordinasi penting sekali bagi pesenam, akan tetapiAbraham
Grossfeld, bekas kampiun senam Olimpik dari Amerika (Katch dan McArdle: 1983)
mengatakan “In gymnastics you’re never strong enough. The stronger you are, the
more you’re able to do”sedangkan Peter Fleming, mitra Dobel Jhon McEnroe
dengan tegas mengatakan “Since I’ve been
doing weight training I’m about twice as coordinated as I used to be”.
(Katch dan McArdle: 1983). Jadi jago-jago itu memang yakin bahwa kekuatan
penting, bisa ikut meningkatkan dan memperbaiki faktor-faktor fisik lainnya
seperti daya tahan dan koordinasi gerak (Harsono, 1988: 186).
Beberapa prinsip dan
syarat weight trainingyang
dikemukakan oleh Harsono (1988: 187-195) yang penting diperhatikan adalah:
a) Weight training harus didahului oleh warm-up yang
menyeluruh...b)Prinsip overload harus diterapkan...c)Batas repetisi dianjurkan
tidak lebih dari 12 dan tidak kurang dari 8 RM (repetisi maksimal)...d)Agar
hasil perkembangan otot efektif, setiap bentuk latihan dilakukan dalam 3 set,
dengan istirahat diantara setiap set antara 3 sampai 5 menit...e)Pada waktu mengangkat, mendorong,
menarik beban harus dilakukan dengan teknik yang benar...f)Repetisi sedikit,
dengan beban berat akan membentuk kekuatan otot sedangkan repetisi banyak
dengan beban ringan akan menghasilkan peningkatan daya tahan otot...g)Setiap
bentuk latihan harus dilakukan dalam ruang gerak yang seluas-luasnya (full range of motion)...
Latihan kekuatan yang
banyak dilakukan ialah weight training.
Latihan ini berbeda dengan cabang olahraga angkat besi (weight lifting) yang tujuannya ialah berlomba mengangkat beban
seberat mungkin. Weight training merupakan
latihan tahanan dengan menggunakan beban sebagai alat untuk meningkatkan
kondisi fisik, termasuk kebugaran jasmani dan kesehatan (Rusli Lutan dkk,
1992:121).
Metode yang sering
diterapkan dalam weight training ialah
set sistem. Pelaksanaannya, dengan melakukan angkatan berulang-ulang untuk satu
bentuk latihan yang disebut set. Setelah set pertama dilakukan, istirahat
selama 3-5 menit. Selanjutnya gerakan ini diulangi kembali seperti set pertama
(Rusli Lutan dkk, 1992:121).
Dalam latihan beban ada beberapa macam metode latihan
kekuatan yang dijelaskan oleh Harsono (1988:196), diantaranya set sistem, sistem
super set, split routines, burn out,
metode multi-poundage dan sistem
piramid. Sistem piramid adalah sebuah sistem latihan yang diawali dengan beban
yang ringan diakhiri dengan beban yang berat dan setiap repetisinya berkurang
(Harsono, 1988: 198). Pelaksanaan sistem piramid adalah sebaliknya dari sistem burn-out. Yaitu beban untuk set 1
ringan, kemudian pada set-set berikutnya makin lama makin berat dan biasanya
jumlah set dalam sistem piramid dibatasi sampai 5 set serta istirahat antara
set 3 – 5 menit (Iman Imanudin, 2008:107). Sistem piramid terbalik adalah
bentuk latihan yang diawali dengan beban berat, repetisi (pengulangan) sedikit,
dan diakhiri dengan beban yang ringan dan pengulangan yang banyak, teori ini
dijelaskan dalam metodologi kepelatihan olahraga Dikdik Jafar Sidik dan Iman
Imanudin (2007:37). Sistem piramid terbalik ini merupakan suatu bentuk latihan
dengan mengkaji dari bentuk latihan lainnya yang merupakan kebalikan dari
sistem piramid.
Sistematis
anatomi tubuh meliputi Miologi (Myology)
adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang otot. Myo = muscle = musculus =
otot; logy = ilmu pengetahuan (Ucup
Yusup dkk, 2008:80).
ACSM mengatakan Otot
adalah jaringan kontraktil hewan dan berasal dari lapisan sel germinal embrio.
Sel-sel otot kontraktil mengandung filamen yang bergerak melewati satu sama
lain dan mengubah ukuran sel. Mereka di klasifikasikan sebagai otot rangka,
jantung, atau halus. Fungsi mereka adalah untuk menghasilkan gaya dan
menyebabkan gerakan.
Jumlah
otot dalam tubuh manusia berkisar 620 bagian, tergantung berkonsultasi pada
ahli yang mana. Tidak ada angka pasti karena ada berbagai pendapat mengenai apa
yang merupakan dasar otot yang berbeda (dibandingkan bagian otot yang kompleks)
dan ada beberapa variabilitas dalam struktur otot antara individu. ACSM (The American College of Sport and Medicine).
Hipertrofi berasal
dari bahasa Yunani “hiper” yang berarti berlebihan dan “trofi” berarti
pengayaan gizi. Jadi, hipertrofi adalah peningkatan volume organ atau jaringan
akibat pembesaran komponen sel sedangkan hipertrofi otot adalah
satu bentuk paling umum dan paling jelas dari hipertrofi organ, muncul pada
organ otot rangka sebagai respon atas latihan fisik atau latihan beban. Tergantung jenis
latihannya, hipertrofi otot dapat muncul melalui meningkatnya volume
sarkoplasma atau meningkatnya protein kontraktil (http://muscle.ucsd.edu/musintro/hypertrophy.shtml).
ACSM (The American College of Sport and Medicine)
mendefinisikan hipertrofi otot sebagai peningkatan dari asupan protein pada sel
otot dengan meningkatkan kadar sintesis, menurunkannya atau keduanya. Sedangkan
menurut Ade Rai (2011:21), hipertrofi istilah untuk serabut otot rangka yang membesar
dari ukuran aslinya. Serabut otot rangka membesar melalui pembesaran diameter
dari serabut ototnya (muscle fibre).
Hipertrofi adalah reaksi terhadap rangsangan dalam latihan beban, agar
hipertrofi otot bisa terwujud, diperlukan rangsangan awal dalam bentuk
serangkaian daya yang besar dan sistematis terhadap otot. Daya yang besar dan
sistematis terhadap otot itulah yang menyebabkan kerusakan otot (muscle breakdown). Dari kerusakan otot
tersebutlah tubuh berupaya memperbaikinya (dalam proses istrahat) menjadi lebih
tebal. Terwujudlah hipertrofi otot.
Hipertrofi otot
merupakan latihan yang ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan
statis, akan terutama menyebabkan terjadinya hipertrofi otot. Hipertrofi ini
disebabkan oleh karena bertambahnya unsur kontraktil (actin dan miosin) di
dalam otot, menebalnya dan menjadi lebih kuatnya sarcolemma, bertambahnya
jumlah jaringan ikat di antara sel-sel otot (serabut-serabut otot) dan jumlah
kapiler di dalam otot khusunya yang dilatih untuk daya tahan.
Otot-otot yang
tidak terlatih akan mengecil (atrofi)
dan melemah. Dengan latihan maka otot-otot akan membesar (hypertrophy). Pembesaran terjadi oleh karena bertambahnya unsur
kontraktil di dalam serabut otot yang menyebabkan meningkatnya kekuatan kontraksi
otot (kekuatan aktif otot), menebalnya sarcolemma dan bertambahnya jaringan
ikat diantara serabut-serabut otot yang menyebabkan meningkatnya kekuatan pasif
dan aktif otot serta tahan terhadap regangan (Santosa Giriwijoyo, 2007:183).
Latihan otot akan
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam otot yaitu perubahan anatomis,
kimiawi dan fisiologis. Pada perubahan anatomis, latihan otot akan menyebabkan
pembesaran otot karena membesarnya serabut-serabut otot (hipertrofi otot),
bertambahnya jumlah kapiler didalam otot (kapilarisasi otot), dan bertambahnya
jumlah jaringan ikat di dalam otot (Santosa Giriwijoyo, 2007:182). Petren dkk (dalam Karpovich dan Sinning 1971) mendapatkan adanya kenaikan
jumlah kapiler sebesar 40-45% di dalam otot jantung dan otot gastrocnemius pada kelinci yang dilatih
lari sedangkan perubahan intraselular ditandai dengan meningkatnya jumlah dan
ukuran mitochondria, disertai dengan
bertambahnya jumlah cristae yang
menjadi lebih padat. Mitochondria ini
mengandung enzym-enzym oksidatif untuk menyelenggarakan pembentukan daya secara
aerobik.
Perubahan anatomis
yang lebih dominan yaitu latihan yang bersifat anaerobik karena menyebabkan
terjadinya pembesaranserabut-serabut otot disertai bertambanya jumlah jaringan
ikat, sedangkan latihan yang bersifat aerobik menyebabkan terjadinya
kapilarisasi disertai bertambahnya jumlah mitochondria. Dua hal yang terakhir
berkaitan dengan diperlukannya kemampuan memasok oksigen yang lebih baik.
Metode
Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Eksperimen.
Penelitian eksperimen dilakukan di laboratorium sedangkan
naturalistik/kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah. Dalam penelitian
eksperimen ada perlakuan (treatment),
dengan demikian metode eksperimen diartikan sebagai metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2009:72).
Penelitian ini dilaksanakan di Fitness
Center Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang Cimbuleuit Bandung (FCBPBS). Populasi penelitian ini adalah member putra Fitness Center Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang 50 orang, member
yang pasif 30 orang dan member aktif 20 orang sedangkan sample yang peneliti gunakan adalah member aktif sejumlah 20 orang, 10 orang sebagai sample pada kelompok sistem piramid normal dan 10 orang pada
kelompok sistem piramid terbalik. Dalam Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purvosive sampling. Teknik purposive sampling menurut Surakhmad (1989:100) bahwa: “Teknik purposive sampling adalah dengan sengaja
menarik sample (non random) karena alasan-alasan diketahunya sifat-sifat sample itu”. Sifat-sifat yang penulis
tentukan dalam penelitian ini adalah kesamaan sifat karakteristik sample yang akan mempermudah dalam pembuatan
program latihan yang akan dilakukan.
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan alat ukur seperti meteran, untuk melihat perubahan lingkar
otot sebelum dan sesudah penelitian, yang dilakukan pada otot lengan dengan
menggunakan latihan standing dumbell
curls dan otot paha menggunakan latihan leg
extension, agar bisa membedakan peningkatan hipertrofi otot dengan
menggunakan sistem piramid normal dan sistem piramid terbalik.
Rancangan
penelitian yang digunakan pre-experimental
design yang jenis nya pretest-posttest design,
karena penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Dasar penggunaan
rancangan ini adalah kegiatan percobaan yang diawali dengan memberikan
perlakuan kepada subjek yang diakhiri dengan suatu bentuk tes guna mengetahui
pengaruh perlakuan yang telah diberikan. Teknik Analisis Data dengan menguji
normalitas, uji homogenitas dan uji perbedaan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Adapun
pengujian yang akan dilakukan menggunakan program komputer SPSS 17 yaitu
menggunakan Kolmogorov-Simirnov test yang
bertujuan untuk menguji normalitas data dan Compare Means Paired Sample T
test untuk menguji perbedaan yang dilakukan terhadap dua sample yang berpasangan (paired); sample yang berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama namun
mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda (Singgih Santosa: 2009).
Tabel 1. Rata-rata dan Simpangan baku pada bagian lengan
Sistem Latihan Piramid Normal
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
Tes Awal (cm)
|
Tes Akhir (cm)
|
Selisih (cm)
|
Persen (%)
|
||||||||||||||||||||||||||||
L Ka
|
L Ki
|
L Ka
|
L Ki
|
L Ka
|
L Ki
|
L Ka
|
L Ki
|
||||||||||||||||||||||||
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
||||||||||||||||
X
|
30,5
|
32
|
30,1
|
31,5
|
31,3
|
32,8
|
30,9
|
32,3
|
0,8
|
0,8
|
0,8
|
0,8
|
2,6
|
2,5
|
2,6
|
2,5
|
|||||||||||||||
S
|
3,4
|
3,2
|
3,5
|
3,5
|
3,4
|
3,2
|
3,5
|
3,5
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
5,9
|
6,2
|
5,7
|
5,7
|
|||||||||||||||
Sistem Latihan Piramid Terbalik
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
Tes Awal (cm)
|
Tes Akhir (cm)
|
Selisih (cm)
|
Persen (%)
|
||||||||||||||||||||||||||||
L Ka
|
L Ki
|
L Ka
|
L Ki
|
L Ka
|
L Ki
|
L Ka
|
L Ki
|
||||||||||||||||||||||||
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
||||||||||||||||
X
|
32,6
|
34,5
|
32,5
|
34,3
|
33,3
|
35,2
|
33,1
|
34,9
|
0,7
|
0,7
|
0,6
|
0,6
|
2,1
|
2
|
1,8
|
1,7
|
|||||||||||||||
S
|
2
|
1,9
|
2,1
|
1,8
|
1,9
|
1,9
|
2,1
|
1,8
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,1
|
10
|
10,5
|
9,5
|
5,5
|
|||||||||||||||
Tabel.2 Uji beda
antara sistem piramid normal dan terbalik pada lengan
Kelompok
|
Mean
|
df
|
T hitung
|
T tabel
|
Sig.
(2-tailed)
|
Ket
|
Selisih SLPN L Ka R – SLPT L Ka R
|
0,2 cm
|
9
|
2,553
|
1,833
|
,031
|
Signifikan
|
Selisih SLPN L Ka K – SLPT L Ka K
|
0,2 cm
|
9
|
2,973
|
1,833
|
,016
|
Signifikan
|
Selisih SLPN L Ki R – SLPT L Ki R
|
0,2 cm
|
9
|
2,553
|
1,833
|
,031
|
Signifikan
|
Selisih SLPN L Ki K – SLPT L Ki K
|
0,2 cm
|
9
|
3,273
|
1,833
|
,010
|
Signifikan
|
Berdasarkan
selisih pada lengan kanan dan kiri antara sistem latihan pramid normal dan
terbalik t hitung > t tabel dan nilai probabilitas < 0,025 , maka Ho
ditolak. Jadi, terdapat perbedaan yang signifikan antara metode latihan piramid
normal dan terbalik terhadap peningkatan
hipertrofi otot lengan. Dengan perbedaan Lengan Kanan saat Relaksasi,
Lengan Kanan saat Kontraksi dan Lengan Kiri saat Relaksasi adalah 0,2 cm,
Lengan Kiri saat Kontraksi adalah 0,2
cm.
Tabel. 3 Rata-rata dan
simpangan baku pada bagian paha
Sistem Latihan Piramid Normal
|
||||||||||||||||
Tes Awal (cm)
|
Tes Akhir (cm)
|
Selisih (cm)
|
Persen (%)
|
|||||||||||||
P Ka
|
P Ki
|
P Ka
|
P Ki
|
P Ka
|
P Ki
|
P Ka
|
P Ki
|
|||||||||
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
|
X
|
54,7
|
55,1
|
54,7
|
55,1
|
55,5
|
56
|
55,5
|
56
|
0,8
|
0,9
|
0,8
|
0,9
|
1,5
|
1,6
|
1,5
|
1,6
|
S
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
3,3
|
3,3
|
3,3
|
3,3
|
Sistem Latihan Piramid Terbalik
|
||||||||||||||||
Tes Awal (cm)
|
Tes Akhir (cm)
|
Selisih (cm)
|
Persen (%)
|
|||||||||||||
P Ka
|
P Ki
|
P Ka
|
P Ki
|
P Ka
|
P Ki
|
P Ka
|
P Ki
|
|||||||||
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
R
|
K
|
|
X
|
54,5
|
55
|
54,4
|
54,9
|
55,1
|
55,6
|
55
|
55,5
|
0,6
|
0,6
|
0,6
|
0,6
|
1,1
|
1,1
|
1,1
|
1,1
|
S
|
4
|
4
|
3,8
|
3,8
|
4
|
4
|
3,8
|
3,8
|
0,2
|
0,1
|
0,2
|
0,1
|
5
|
2,5
|
5,2
|
2,6
|
Tabel.4 Uji
beda antara sistem piramid normal dan terbalik pada paha
Kelompok
|
Mean
|
df
|
T hitung
|
T tabel
|
Sig.
(2-tailed)
|
Ket
|
Selisih SLPN P Ka R – SLPT P Ka R
|
0,2 cm
|
9
|
2,739
|
1,833
|
,023
|
Signifikan
|
Selisih SLPN P Ka K – SLPT P Ka K
|
0,3 cm
|
9
|
4,302
|
1,833
|
,002
|
Signifikan
|
Selisih SLPN P Ki R – SLPT P Ki R
|
0,2 cm
|
9
|
2,739
|
1,833
|
,023
|
Signifikan
|
Selisih SLPN P Ki K – SLPT P Ki K
|
0,3 cm
|
9
|
4,302
|
1,833
|
,002
|
Signifikan
|
Kelompok metode latihan piramid normal dan terbalik pada bagian
paha saat relaksasi t hitung adalah 2,739, saat kontraksi
4,302, dan t tabel 1,833, dan nilai probabilitas 0,023/2 = 0,0115, 0,002/2 =
0,001 karena t hitung > t tabel serta nilai probabilitas < 0,025 maka Ho
ditolak dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara metode
latihan piramid normal dan terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot paha.
Dengan perbedaan Paha Kanan saat Relaksasi 0,2 cm, Paha Kanan saat Kontraksi 0,3
cm dan Paha Kiri saat Relaksasi 0,2 cm, Paha Kiri saat Kontraksi 0,3 cm.
Penelitian
yang menggunakan metode latihan piramid normal memberikan pengaruh yang lebih
signifikan terhadap peningkatan hipertrofi otot lengan dan paha karena latihan
piramid normal ini diawali dengan beban yang ringan menuju beban yang berat
sehingga akan menguntungkan otot cepat beradaptasi dan otot-otot akan bekerja maksimal sehingga
terdapat kemajuan dari sisi peningkatan menuju perubahan pada intensitas. Metode latihan piramid terbalik juga memberikan pengaruh terhadap
peningkatan hipertrofi otot lengan dan paha tetapi tidak sebanding pengaruhnya
dengan metode latihan piramid normal, metode latihan piramid terbalik ini
membutuhkan adaptasi beban yang maksimal untuk mengawali latihan pembebanan
karena otot-otot dituntut untuk memberikan kualitas kerja yang maksimal
sehingga otot akan merasakan kelelahan untuk melakukan set berikutnya.
Kesimpulan
Kesimpulan
dibuat berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data tentang perbandingan
metode latihan piramid normal dan piramid terbalik terhadap penigkatan
hipertrofi otot. Maka dari itu penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan
dibawah ini:
1. Terdapat
pengaruh dari metode latihan piramid normal terhadap peningkatan hipertrofi
otot lengan dan otot paha
2. Terdapat
pengaruh dari metode latihan piramid terbalik terhadap peningkatan hipertrofi
otot lengan dan otot paha.
3. Metode
latihan piramid normal memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan
hipertrofi otot lengan dan otot paha dibandingkan dengan metode latihan piramid
terbalik.
Saran
Berdasarkan
proses dan hasil kajian mengenai perbandingan metode latihan piramid normal dan
piramid terbalik terhadap peningkatan hipertrofi otot terutama otot lengan dan
otot paha. Maka saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai
berikut:
1. Lakukan
latihan beban (weight training)
dengan metode latihan yang benar dan efektif sesuai dengan tujuan yang
diinginkan
2. Ada
baiknya untuk para instruktur atau pelatih serta atlet dalam menyusun program
latihan hipertrofi otot digunakan metode latihan piramid normal atau piramid
terbalik terutama untuk melatih
dan meningkatkan hipertrofi otot lengan dan paha, dari kedua sistem
itu yang lebih cepat peningkatannya yaitu sistem latihan piramid normal.
3. Diharapkan
kedepannya dilakukan penelitian untuk peningkatan hipertrofi dengan metode
latihan piramid normal dan terbalik terhadap jenis otot yang lainnya selain
otot lengan dan paha serta penelitiannyan lebih dari satu bulan dengan sample yang lebih banyak.
4. Dalam
latihan beban peningkatan otot akan lebih cepat, jika latihan nya teratur,
istirahat yang cukup dan ditunjang dengan nutrisi yang baik.
Daftar Pustaka
Arikunto,
Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dwyer,
& Davis. (2005). (ACSM) The American College of Sport and
Medicine Health Related Physical Fitness Manual. Pennsylvania: Lippincott
Williams & Wilkins.
Giriwijoyo,
Santosa. dkk. (2007). Ilmu Kesehatan
Olahraga Sport Medicine Untuk Kesehatan dan untuk Prestasi Olahraga.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Giriwijoyo,
Santosa. (2007). Ilmu Faal Olahraga
Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga. Bandung: Universitas Pendidikan
Indinesia.
Harsono.
(1988). Coaching dan Aspek-Aspek
Psikologi dalam Coaching. Jakarta: CV. Tambak Kusuma.
Hasan,
Iqbal. (2002). Pokok-pokok materi
metodologi penelitian dan aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Imanudin,
Iman. (2008). Ilmu Kepelatihan Olahraga.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Komarudin.
(2007). Penerapan metode latihan beban
dan latihan elastic tubing dalam meningkatkan prestasi memanah jarak 30 meter.
Banda Aceh: Pusat Kajian Ilmu Olahraga Universitas Syiah Kuala.
Lutan,
Rusli. dkk. (1992). Manusia dan Olahraga.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Lutan,
Rusli. (2001). Pengembangan Sistem
Pembelajaran Model Mata Kuliah Penelitian Pendidikan Olahraga. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Mc
Ardle, & Katch. (2007). Skeletal
Muscle: Structure and Function. Exercise Physiology.
Rai,
Ade. (2011). 101 Binaraga Natural 101
Strategi Binaraga Sehat Tanpa Obat. Jakarta: Libri.
Santosa,
Singgih. (2009). Panduan Lengkap
Menguasai Statistika dengan SPSS 17. Jakarta: Kompas Gramedia.
Skripsi
Sarjana Pada FPOK UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Staf
Pengajar K K Ilmu-Ilmu Kemanusiaan. (2009). Tata
Tulis Karya Ilmiah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Sudjana.
(2002). Metode Statistika. Bandung:
Tarsito
Sugiyono.
(2009). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R&B.Bandung: Alfabeta.
Tim
Penyusun Kamus. (1989). Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Tim
Penyusun UPI. (2011). Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Yusup,
Ucup. dkk. (2008). Anatomi Manusia.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.